Beberapa hari yang lalu, saya diminta oleh Bapak Firman sebagai pimpinan SMP Insan Teratai untuk memberikan pengarahan pada siswa-siswi kelas IX yang tidak lama lagi akan menentukan pilihan untuk masuk ke jenjang SMA/SMK. Arah pembicaraanku berfokus pada orientasi pilihan SMK Insan Teratai dan apa peluang yang didapatkan setelah mengenyam pendidikan di SMK Insan Teratai. Pada pertemuan secara daring itu, ada beragam pertanyaan yang muncul dan salah satunya tentang peluang kuliah setelah menamatkan pendidikan di SMK.
Apakah bisa kuliah setelah mengenyam pendidikan di SMK? Ini merupakan salah satu pertanyaan, yang terus menghantui pikiran siswa/siswi selama ini dan bahkan dengan basis pertanyaan ini maka mereka enggan memilih untuk meneruskan pendidikan di SMK. Dari jawaban yang saya terima itu, saya mencoba untuk menggiring kesadaran anak-anak untuk memahami esensi pendidikan nasional yang mendukung setiap orang untuk meneruskan pendidikan. Saya mengatakan bahwa “jangankan lulus SMK, seorang lulusan dengan ijazah paket C saja bisa diperkenankan kuliah.” Dengan mengatakan bahwa seorang yang mengantongi ijazah paket C (setara SMA/SMK) bisa kuliah, mengapa yang lulus SMK tidak bisa kuliah?
Memang, ada dua peluang yang harus dilihat secara jeli oleh orang tua maupun siswa/siswi, yakni dengan bersekolah di SMK maka ada peluang untuk kerja nanti setelah menamatkan pendidikan di SMK. Seorang siswa/siswi yang merupakan lulusan SMK memiliki keahlian khusus dan merupakan bekal untuk terjun dalam dunia kerja. SMK ini merupakan pilihan orang-orang yang memiliki ekonomi yang pas-pasan karena setelah menyelesaikan pendidikan di SMK, dunia kerja sudah menanti. Jika ada kesempatan untuk kuliah nanti, bisa mengambil waktu untuk bekerja sambil kuliah.
Jika masuk dalam dunia kampus untuk kuliah, seorang lulusan SMK tidak perlu ragu lagi. Memang, mata pelajaran yang diajarkan pada SMK dan SMA banyak yang memiliki perbedaan. Tetapi jika masuk awal di ruang kuliah, biasanya ada matrikulasi yang dilaksanakan oleh pihak kampus sebagai upaya untuk menyamakan materi-materi dasar, sebelum masuk pada proses perkuliahan. Setelah berdiskusi secara daring itu, mudah-mudahan siswa/siswi SMP Insan Teratai bisa memperoleh pencerahan. Untuk bisa melihat seberapa jauh minat mereka terhadap SMK Insan teratai, maka saya mencoba untuk membuat semacam survei sederhana terkait pilihan mereka dengan menggunakan google form.
Dari jumlah siswa-siswi kelas 9 yang berjumlah kurang lebih 39 orang, hanya 21 orang yang mengisi google form terkait survey pilihan. Delapan belas siswa/i yang belum berpartisipasi dalam memberikan pilihan melalui pengisian angket di google form. Jika dilihat 21 orang yang mengisi form, ada 13 orang yang menentukan pilihan di SMK Insan Teratai, sedangkan ada 8 orang yang memilih SMA/SMK lain.
Anak-anak yang mengisi google form dan menentukan pilihan untuk sekolah diluar Insan Teratai, masih terlalu dini dan alasan yang diajukan juga masih mengambang. Itu berarti kita masih punya kesempatan untuk bisa mempengaruhi 8 orang yang sudah secara terus terang menyatakan diri untuk tidak melanjutkan di SMK Inter. Langkah pengaruh kita adalah harus memberikan arahan secara rutin dan juga memberikan pencerahan pada orang tua mereka karena bagaimanapun orang tua menjadi penentu terakhir dari arah perjalanan pendidikan mereka.
Sementara itu bagi 18 anak yang belum mengisi form survei, menurut saya mereka masih berada pada ambang kebingungan dengan pilihan mereka. Karena itu para guru SMP Insan Teratai terutama wali kelas 9 harus mendorong anak-anak untuk masuk ke SMK Insan Teratai. Demikian juga guru-guru SMK Insan Teratai juga lebih sering mengadakan promosi internal dan memperlihatkan keunggulan yang sedang dilaksanakan pada proses pembelajaran SMK Insan Teratai. Semoga anak-anak kita terutama kelas 9, lebih banyak memilih untuk belajar di SMK Insan Teratai. Ayo, tunggu apa lagi. Segera daftarkan diri pada SMK Insan Teratai. Masa depanmu yang cerah, hanya ditentukan oleh pilihanmu hari ini. SMK Insan Teratai menentukan cerahnya masa depanmu. ***(Valery Kopong)