Beberapa tahun terakhir ini, banyak orang sudah mulai memberikan perhatian pada dunia wirausaha. Wirausaha yang dilakukan oleh para pelaku bisnis memungkinkan adanya dorongan untuk mendukung gerak perekonomian masyarakat dan berdampak pula pada perekonomian negara. Memang tidak gampang untuk menumbuhkan jiwa wirausahawan baru karena kendala utama yang selalu menghadang adalah persoalan tentang modal untuk berusaha. Tetapi modal utama untuk terjun ke dunia usaha, tidak selalu berwajah uang. Namun modal utama yang harus tumbuh dalam diri seorang calon wirausahawan adalah “kemauan” untuk melakukan terobosan dalam dunia usaha.
Wirausaha adalah sebuah kegiatan usaha atau suatu bisnis mandiri yang setiap sumber daya dan kegiatannya dibebankan kepada pelaku usaha atau wirausahawan terutama dalam hal membuat produk baru, menentukan bagaimana cara produksi baru, maupun menyusun suatu operasi bisnis dan pemasaran produk serta mengatur permodalan usaha. Wirausaha memiliki tujuan untuk menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan sebelum diolah.
Menurut Burgess (1993), wirausaha adalah seseorang yang melakukan pengelolaan, mengorganisasikan, dan berani menanggung segala risiko dalam menciptakan peluang usaha dan usaha yang baru . Sedangkan menurut J.B Say (1803), Wirausaha adalah pengusaha yang mampu mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki secara ekonomis (efektif dan efisien) dan tingkat produktivitas yang rendah menjadi tinggi.
Melihat formulasi tentang wirausaha di atas, membuka ruang pemahaman baru bahwa menjadi wirausahawan berarti berani membuat terobosan baru. Terobosan untuk menguji coba produk baru yang merupakan hasil kreasi dari para wirausahawan yang senang dengan tantangan penuh kreatif. Mengapa cukup banyak orang di kalangan milenial terjun ke dunia wirausaha? Apa yang menjadi pemicu? Dari beberapa literatur mengisahkan peluang keterlibatan orang dalam dunia usaha karena dipicu oleh tingginya tingkat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang telah tersedia. Begitu ketatnya persaingan untuk masuk ke dunia kerja yang sudah tersedia maka hal ini berdampak pada banyaknya usia produktif yang tidak terserap karena belum memenuhi standar kualifikasi. Peristiwa ini membuka mata mereka untuk melihat peluang dan menciptakan lapangan kerja sendiri.
Generasi muda saat ini lebih berkonsentrasi untuk bagaimana memandirikan hidup dengan berbasis pada nilai kemandirian dan mengembangkan modal melalui jalur wirausaha. Mereka (generasi milenial) mencoba terjun dalam dunia usaha dengan penuh optimisme. Ada yang beranggapan bahwa dengan menjadi wirausahawan berarti kita menjadi tuan atas diri sendiri. Sekecil apa pun usaha yang digelutinya masih membuka ruang kemungkinan untuk berkembang dengan cara membangun network dan relasi sosial lainnya.
Lembaga pendidikan mestinya membuka mata untuk melihat kondisi sosial ekonomi yang sedang bergerak menuju kemandirian dalam berwirausaha. Sudah saatnya pola pendidikan terutama di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memberikan prioritas pada aspek akademik dan lebih banyak juga mengarahkan para peserta didik untuk terlibat dalam gerakan berwirausaha. Mengapa para peserta didik mulai dilatih untuk berwirausaha? Alasannya sederhana bahwa akhir dari sebuah proses pembelajaran di sekolah, pada saatnya nanti, mengarahkan anak-anak untuk masuk ke dunia kerja, baik bekerja pada lapangan kerja yang tersedia ataupun lapangan kerja yang dibuka sendiri (berwirausaha).
Apabila melihat unit produksi di Sekolah Insan Teratai, seperti pengembangan tanaman hidroponik, dan juga pelaku UKM yang memproduksi sabun yang melibatkan beberapa orang tua murid, secara tidak langsung, sekolah Insan Teratai sedang mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan. Bahwa nilai kehidupan yang menjanjikan untuk masa depan bagi anak-anak didik, membutuhkan proses. Setiap proses harus dilalui dengan baik agar hasil yang dicapai bisa memuaskan karena hanya melalui proses, sebuah kematangan hidup akan tertempah. Proses yang baik tidak akan mengkhianati hasil.***(Valery Kopong)